BAB I
PENDAHULUAN
Masalah kepemimpinan ini sejak lama telah dibicarakan umat manusia. Jika kita mencari definisi kepemimpinan, akan kita temukan begitu banyak definisi kepemimpinan ini. Hal itu menunjukkan bahwa masalah kepemimpinan merupakan sebuah persoalan yang banyak ditanggapi manusia. Selain itu, jika kita merunut sejarah, konon masalah ini telah mulai dibahas sejak ribuan tahun silam. Di dunia Barat, kepemimpinan sudah dibacarakan oleh orang barat sejak jaman Yunani. Di China, masalah ini sudah dibahas sekitar 600 tahun sebelum masehi. Masyarakat Mesir sudah membicarakannya pada 500 tahun sebelum masehi. Dan sampai kini pun orang masih membahas perihal kepemimpinan ini untuk mencari format yang tepat.
Pertanyaannya, mengapa kepemimpinan menjadi topik yang selalu menarik diperbincangkan dan tak pernah habis dibahas?
Alasan pertama adalah manusia selain sebagai mahluk individual, juga sebagai mahluk berkelompok. Di dalam kelompok pasti dibutuhkan seorang pemimpin. Artinya, adanya pemimpin merupakan kebutuhan sosial manusia.
Menurut Sigmund Freud, ketika orang-orang berkelompok, mereka membutuhkan pemimpin demi munculnya perasaan identitas dan dimilikinya perasaan satu tujuan. Mengenai perlunya ada pemimpin juga ditandaskan oleh Rasulullah SAW: “Apabila berangkat tiga orang dalam perjalanan, maka hendaklah mereka mengangkat salah seorang di antaranya menjadi pemimpin” (HR.Abu Dawud). Kedua, ketika berkelompok manusia biasanya memiliki tujuan bersama. Berdasarkan kenyataan, belum pernah ada suatu kelompok yang mampu bergerak mencapai tujuan bersama tanpa kehadiran seorang pemimpin. Tanpa adanya pemimpin, masing-masing anggota kelompok akan bergerak dengan arah sendiri-sendiri, atau bahkan berbenturan satu dengan lainnya. Ketiga, setiap manusia dianugerahi harus menjadi pemimpin, setidaknya menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri.
Dalam sejarah, kita mengenal pemimpin-pemimpin yang begitu dicintai oleh pengikutnya, sebut saja Bung Karno, Mahatma Gandhi, Abraham Lincoln, atau Lee Kuan Yeuw. Namun di sisi lain ada juga pemimpin yang dibenci oleh banyak orang, seperti Adolf Hitler, Benito Musolini, Ferninand Marcos, atau mungkin juga Soeharto. Di dalam tempat kerja atau organisasi di mana kita pernah terlibat di dalamnya, selalu terdapat pemimpin yang disukai dan pemimpin yang dibenci. Pada organisasi di bawah kepemimpinan yang disukai, suasana organisasi penuh gairah dan semangat, orang-orang bekerja dengan penuh tanggung-jawab, terdapat kerjasama yang kompak sehingga tujuan-tujuan organisasi dapat dicapai dengan relatif lebih mudah. Sebaliknya, di bawah pemimpin yang dibenci banyak orang, organisasi sulit mencapai kemajuan yang berarti. Hal ini disebabkan seringnya terjadi konflik-baik vertikal mau pun horisontal, orang-orang bekerja tanpa tanggungjawab, melaksanakan perkerjaan sekadar untuk menghindari sangsi, mereka lebih mengutamakan kepentingan pribadi daripada kepentingan bersama ( organisasi ), serta tidak dimilikinya satu tujuan dan satu identitas.
Atas dasar fakta seperti itulah, ada pemimpin yang bisa sukses membawa organisasinya mencapai kemajuan dan ada pemimpin yang tidak mampu menggerakkan organisasinya melangkah maju, maka sepanjang jaman para ahli terus melakukan riset untuk mencari format pemimpin yang cocok untuk jaman yang dihadapi. Tulisan ini juga berpretensi demikian, mencari format kepemimpinan yang sesuai dengan situasi dan kultur yang berlaku di lingkungan Yayasan Putra Indonesia Malang dan situasi kompetisi di masa yang akan datang.
A. Pengertian Kepemimpinan
Meski pun telah lama dan banyak diperbincangkan, namun menetapkan definisi kepemimpinan bukanlah hal yang mudah. Kesulitannya bukan diakibatkan oleh sedikitnya rujukan yang ada, justru sebaliknya, karena begitu banyak difinisi kepemimpinan yang dibuat oleh para ahli kepemimpinan. Bisa dikatakan, jumlah definisi yang ada adalah sebanyak jumlah ahli yang berbicara soal kepemimpinan ini. Dalam tulisan ini, penulis tidak akan mengkaji begitu banyak definisi yang ada, melainkan hanya beberapa saja yang dianggap relevan dengan tujuan tulisan ini.
Adi Sujatno, Bc.Ip, SH,MH dalam tulisannya Kepemimpinan Strategis di Abad XXI, menjelaskan, “Istilah pemimpin, kepemimpinan, dan memimpin pada mulanya berasal dari kata dasar yang sama “pimpin”. Namun demikian ketiganya digunakan dalam konteks yang berbeda. Pemimpin adalah suatu peran dalam sistem tertentu; karenanya seseorang dalam peran formal belum tentu memiliki ketrampilan kepemimpinan dan belum tentu mampu memimpin. Adapun istilah Kepemimpinan pada dasarnya berhubungan dengan ketrampilan, kecakapan, dan tingkat pengaruh yang dimiliki seseorang; oleh sebab itu kepemimpinan bisa dimiliki oleh orang yang bukan “pemimpin”. Sedangkan istilah Memimpin digunakan dalam konteks hasil penggunaan peran seseorang berkaitan dengan kemampuannya mempengaruhi orang lain dengan berbagai cara.”
Dari uraian itu jelas bahwa kepemimpinan merupakan seperangkat ketrampilan, kecakapan atau keahlian yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin untuk digunakan memimpin orang lain, yang dalam hal ini adalah anak buahnya. Persoalannya adalah apakah yang dimaksud dengan pemimpin ?
B. Pengertian Pemimpin
Sebagian orang mendefinisikan bahwa pemimpin adalah pribadi yang memiliki kekuasaan. Definisi seperti ini akan melahirkan model kepemimpinan yang menekankan penggunaan otoritas kekuasaan dalam memimpin. Pemimpin dengan paradigma model ini cenderung menggunakan kekuasaan untuk memaksa anak buahnya menyelesaikan tugas pekerjaan mereka, tanpa membutuhkan partisipasi aktif dan inisiatif mereka. Bagi pemimpin jenis ini, satu-satunya tugas anak buah adalah melaksanakan perintahnya. Anak buah tidak perlu mengetahui mengapa mereka harus mengerjakan ini atau itu dan juga tidak perlu tahu mengapa mereka tidak boleh melakukan ini atau itu. Dalam kondisi demikian, anak buah selalu di posisikan sebagai subordinat. Dalam perkembangannya, kepemimpinan model ini ternyata memiliki banyak kelemahan sebagaimana akan dikupas dalam bab berikutnya.
Beberapa ahli mengemukakan pandangan lain. Definisi yang mereka kemukakan adalah pemimpin merupakan pribadi yang mampu mempengaruhi orang lain untuk bergerak dan bekerja sama mencapai tujuan kelompok atau organisasi. Namun, pada definisi ini juga masih dimungkinkan munculnya gaya kepemimpinan otoriter seperti definisi di atas.
Cara pemimpin mempengaruhi bawahannya bisa dilakukan dengan dua cara. Pertama, melalui pressure. Dengan kekuasaan yang dimilikinya, ia menekan semua bawahannya untuk tunduk mengikuti perintahnya. Kedua, melalui gaya yang persuasif dan dialogis. Selanjutnya, untuk menyebut gaya kepemimpinan yang menggunakan pressure disebut gaya pemimpin otoriter-feodalistik, karena, sebagaimana akan dijelaskan dalam bab berikutnya, gaya ini memang bersumber dari budaya feodalisme. Sedangkan untuk gaya kepemimpinan yang lebih mengedepankan cara-cara persuasi dan dialogis dinamakan kepemimpinan yang melayani atau kepemimpinan transformasional. Disebut kepemimpinan transformasional karena pemimpinan dari kalangan paham ini senantiasa mendorong setiap orang untuk mengalami transformasi atau perubahan ke arah yang lebih baik.
Masing-masing gaya kepemimpinan memiliki pengaruh pada suasana kerja dilingkungan kerja masing-masing. Secara teoritis dan faktual, situasi kerja yang tercipta oleh gaya kepemimpinan yang digunakan, akan sangat berpengaruh terhadap kinerja semua personil di lingkungan kerja, tak terkecuali pada diri pemimpin yang bersangkutan. Yang akhirnya, semua itu akan berdampak pada kinerja organisasi secara keseluruhan.