Sikap terbuka terhadap kritik dan mendengar pendapat orang lain beliau tunjukkan dalam musyawarah yang menjadi ciri kepemimpinan beliau yang bersikap demokratis.
Nabi Muhammad saw merupakan utusan Allah swt yang benar-benar menjadi idaman bagi setiap umat manusia, utusan Allah yang sempurna, yang tindakannya merupakan perwujudan sifat-sifat Allah yang luhur. Sebagai utusan Allah yang terakhir, kedatangan Rasulullah telah diramalkan dan diberitahukan oleh para nabi dan rasul sebelumnya, yakni siapa kelak yang menerima wahyu terakhir dan yang tersempurna.
Siapapun tidak dapat mengingkari bahwa Nabi Muhammad saw adalah satu tokoh besar di dunia. Tidak hanya umat islam sebagai pengikutnya yang mengakui pengaruhnya, melainkan juga oleh umat lainnya di seluruh dunia.
Sejak abad ke abad telah lahir pemimpin-pemimpin di tengah-tengah berbagai macam kaum dan bangsa, baik yamg diutus Allah sebagai rasul atau nabi maupun yang dilahirkan sebagai bakat kepemimpinan. Hampir semua rasul/nabi atau pemimpin-pemimpin itu titik berat dari tugas yang dilaksanakan bahwa hanya sebatas satu atau dua bidang kepentingan, misalnya hanya pada bidang agama atau politik saja, atau ekonomi saja. Tidak meliputi semua bidang yang sifatnya menyeluruh.
Berbeda halnya dengan dengan Rasulullah, yang kepemimpinannya meliputi banyak bidang, yaitu kepemimpinan negara/pemeritahan dan agama. Dengan kata lain, Rasulluah bukan hanya bertanggung jawab atas bagaimana negara/pemerintahan yang beliau pimpin, melaikan juga bertanggung jawab atas akhlak umat yang beliau pimpin. Nabi Muhammad tentang misi beliau sebagai pembangun akhlak, moral dan budi pekerti ini merupakan tugas beliau yang utama.
Adapun dalam diri Nabi Muhammad terhimpun dan terpusat sifat-sifat kepemimpinan yang diperlukan. Rasulullah dalam menjalankan kepemimpinan menerapkan pola-pola kepemimpinan yang sangat dianjurkan oleh Islam. Cara berpikir Rasulullah yang lurus terlahir dari cara pandangnya yang juga lurus terhadap hidup dan kehidupan ini. Beliau adalah negarawan yang ulung, prajurit yang luar biasa.
Nabi Muhammad merupakan sosok pemimpin yang manakala ada bahaya mengancam atau segala hal yang tidak nyaman, beliau siap pasang badan dan berdiri di garis terdepan.
Beliau adalah seorang pembina akhlak dan moral. Perintah-perintah beliau meliputi semua bidang kehidupan. Orang-orang yang di bawah kepemimpinannya merasakan kelembutan dan kasih sayang beliau.
Sebagian besar dari kita pasti tahu atau pernah mendengar tentang kepemimpinan seorang Nabi Muhammad. Dalam masa kurang dari 23 tahun beliau sanggup mengangkat derajat bangsa Arab dari bangsa jahiliyyah yang diliputi kebodohan menjadi bangsa yang terkemuka dan berhasil memimpin bangsa lain di dunia.
Berbicara tentang Nabi Muhammad, tidak bisa dilepaskan dari tugas utama beliau sebagai seorang rasul penyampai risalah Allah dan tugasnya sebagai pemimpin panutan umat dengan memberikan pendidikan dan pengajaran tentang nilai-nilai Islam sebagai bentuk dakwah beliau.
Rahasia keteladanan Rasulullah dalam memimpin tentu saja karena ditopang oleh empat sifat yang sudah tidak asing lagi.
Pertama, shidiq yang artinya benar, dalam hal ini yang dimaksudkan benar adalah apapun yang berasal dari nabi adalah benar, termasuk yang apa yang disabdakan. Dengan kata lain shidiq ini juga bisa diartikan jujur. Kejujuran merupakan sikap utama dan harus mendapat tempat semestinya pada diri pemimpin. Dan Rasulullah dikenal sebagai sosok yang jujur, jauh dari dusta. Kejujuran membawa kepada kebaikan, kebaika dalam segala hal, utamanya dalam memimpin suatu bangsa dan masyarakat.
Kedua, amanah yang artinya menjalankan kepercayaan/dapat dipercaya. maksudnya Rasulullah mampu menjalankan kepercayaan yang diemban pundak secara profesional tanpa mecederai kepercayaan yang diberikan. Sikap amanah telah mengakar kuat pada diri Rasulullah.
Karena itulah Nabi Muhammad oleh penduduk Makkah diberi gelar “al-Amin” yang artinya terpercaya. Gelar tersebut disandarkan beliau jauh sebelum menjadi nabi.
Sifat rasul yang ketiga adalah tabligh yang artinya menyampai kebenaran dan berani mengungkap kebatilan. Beliau menyampaikan seluruh firman Allah yang ditujukan kepada manusia. Tidak ada yang disembunyiakn meski itu menyinggung hati Nabi Muhammad. Kepemimpinan beliau ditopang sikap keterbukaan atau transparansi dan selalu bersuara atas tuntunan Ilahi.
Nabi Muhammad dalam kedudukannya sebagai rasul penyampai risalah Ilahi, mempunyai tugas spesifik kaitannya dalam hal menyampaikan wahyu. Al-Qur’an merupakan bentuk dari tugas yang harus dijalankan nabi memuat ayat-ayat yang menguatkan misi dakwah dalam kepemimpinnya.
Di kalangan muslim, Nabi Muhammad dikenal dan diyakini sebagai nabi dan rasul terakhir atau peutup atau yang biasa disbut dengan khatamul anbiya’ (penutup para nabi). Dengan demikian, tugas Nabi Muhammad menyampaiakn seluruh hal yang berkaitan dengan akidah, ibadah, muamalah, melalui proses dakwah yang tentunya disandarkan kepada Allah.
Dalam menjalan misi dakwah, Rasulullah selalu mengedepankan kebijakan-kebijakan untuk dapat menjadikan teladan yang baik. Beliau sering melakukan silaturrahmi dengan para sahabatnya, bukan hanya dalam sabda-sabdanya, melainkan dalam perilaku kesehariannya.
Sikap keterbukaan nabi meliputi banyak hal, termasuk terbuka terhadap kritik dan mendegar pendapat orang lain. Hal ini pernah terjadi ketika ada sahabat yang mengritik tentang pembagian harta ghanimah atau harta rampasan perang, rasul mendengarkan kritikan ini dengan hati yang lapang walaupun kritik itu tidak benar.
Selain itu, sikap terbuka terhadap kritik dan mendengar pendapat orang lain beliau tunjukkan dalam musyawarah yang menjadi ciri kepemimpinan beliau yang bersikap demokratis.
Sifat nabi berikutnya yang menjadi penopang kepemimpinan beliau adalah fathanah. Fathanah adalah cerdas. Kecerdasan dimiliki oleh seorang pemimpin. Pemimpin harus tahu keputusan dan arahannya sesuai dengan sasaran yang dituju. Karenanya dalam setiap berdialog, diskusi, dan penyampaian ajaran Allah beliau selalu mendasarkannya kepada ilmu yang disandarkan kepada Allah.
Nabi Muhammad telah membawa pengaruh yang besar kepada kehidupan para pengikutnya. Kemampuan dan gaya mengatur dan memimpin para umatnya sungguh luar biasa. Seluruh umat Rasulullah sangat mempercayainya sebagai pemimpin yang selalu menjadi pembimbing dalam berbagai masalah.
Kebesaran beliau terletak pada kesederhanaannya dan kemuliaan beliau terletak pada keramahannya. Tidak ada satu titik kesombongan dalam diri rasul, hidup dalam kemewahan dan bergelimang harta, tetapi beliau memlih dalam kesederhanaan. Beberapa riwayat mengisahkan bagaimana beliau dan keluarganya merasakan kelaparan.
Salah satu kisah tentang kesederhanaan beliau adalah pada saat Rasulullah bersama-sama dengan sahabat sedang shalat berjamaah, saat itu Umar bin Khattab berada barisan depan atau barisan di belakang Rasulullah, merasa terganggu pikirannya memperhatikan gerakan tubuh Nabi saw yang kelihatannya terasa berat dan sukar seperti terasa sakit. Pada gerakan-gerakan shalat Nabi saw terdegar bunyi-bunyian yang mencolok, seperti seolah-olah tulang persendian saling bergesekan di antara tulang yang satu dengan tulang yang lain.
Setetelah shalat berjama’ah, Umar bin Khattab yang merasa begitu khawatir dengan keadaan Rasulullah. Kemudian Umar bin Khattab duduk mendekati Rasulullah dan bertanya kepada beliau, “ya Rasul, kami melihat engkau seolah-olah sedang menanggung beban penderitaan yang sangat berat, apakah engkau sakit, ya Rasul ?”
Nabi saw menjawab “tidak Umar, Alhamdulliah aku sehat”, sembari menggeleng dan tersenyum. Sembari memperlihatkan ekspresi wajah yang penuh kasih sayang, umar berkata “mengapa kau setiap kali menggerakkan tubuh, kami seperti mendengar seolah-olah sendi tubuhmu saling bergesekan?, kami yakin engkau sedang dalam keadaan sakit wahai Rasul”
Meskipun keadaan beliau agak lemah dan pucat, namun Rasulullah masih tetap tersenyum, sepertinya senyuman Nabi saw itu hanya menjadi sebuah usaha pelipur lara dari sesuatu masalah yang tidak beliau ungkapkan meskipun kepada sahabat dekan beliau, yaitu Umar bin Khattab. Namun, kemudian Umar bin Khattab merasa jawaban nabi yang terucap ‘tidak’ sudah tak mencukupi lagi karena perasaan Umar bin Khattab yang begitu prihatin kepada Nabi saw.
Rasulullah kemudian berdiri, lalu menyingkap jubahnya sehingga bagian perutnya terlihat jelas. Umar bin Khattab dan para sahabat yang lain pun terpana melihat perut Rasulullah yang begitu kempis, dililiti dengan kain yang berisi batu kerikil, itulah yang menyebabkan bunyi seperti persendian Nabi saw yang bergesekan ketika beliau sedang menjadi imam shalat berjamaah yang memberikan penafsiran Umar bin Khattab dan para sahabat lain bahwa Rasulullah sedang sakit berat.
Suara Umar bergetar dengan rasa iba dan penyesalan, kemudian berkata “ya Rasul, apakah bila engkau mengatakan kepada kami tidak mempunyai makanan dan sedang lapar, kami tidak akan menyiapkan dan memyediakan makanan kepadamu?”.
Setelah terbuka jubahnya, Rasulullah kembali menutupnya sambil menatap Umar bin Khattab dengan tatapan yang penuh dengan kasih sayang, “tidak, wahai Umar. Aku tahu, bahwa kalian akan mengorbankan apapun demi aku, namun di hadapan Allah, apa yang aku katakan nanti jika sebagai pemimpin aku menjadi beban bagi umat yang aku pimpin?”.
Kemudian Rasulullah menyampaikan kepada sahabat-sahabat yang hadir “biarlah kelaparanku ini sebagai hadiah dari Allah untuk diriku agar kelak umatku tidak ada yang kelaparan di dunia ini, terlebih nanti di akhirat”. Mendengar demikian, semua yang hadir pun tediam. Sikap rasul tersebut menunjukkan bahwa, rasul tidak mau menjadi beban bagi umat yang beliau pimpin.
Satu hal lagi yang menjadi sikap kepemimpinan Nabi Muhammad yang telah dipraktikannaya yakni sikap yang rasul yang selalu toleran terhadap siapapun. Hal ini terbuki dalam peristiwa Hudaibiyah.
Sikap seperti ini sering dilakukan Rasulullah dalam pratik kepemimpinannya. Hal tersebut tunbuh dalam kepempinan yang demokratis dengan ciri menyinkronkan antara kepentingan dan tujuan, mengutamankan kerja sama dalam mencapai tujuan.
Selain itu terdapat sifat kasih sayang sayang yang terdapat pada diri Nabi Muahmmad. Dengan kasih sayang, seorang pemimpin akan berkeliling untuk melihat satu per satu umatnya. Adakah di antara mereka yang sedang kelaparan atau sedang sakit. Dan pemimpin adalah orang pertama yang selalu merasakan apa yang dirasakan oleh umatnya.
Selain itu, dengan sifatnya yang kasih sayang, Nabi Muhammad berhasil mempersatukan antara kaum muhajirin dan kaum anshar. Untuk mempersatukan kedua kelompok itu, Rasulullah berusaha mengikatnya menjadi satu kesatuan yang terpadu. Beliau meyakinkan mereka untuk saling bersaudara anatar umat Islam.
Nabi Muhammad mengusahakan perbaikan persaudaraan antar keduanya, mereka yang semula berselisih. Antara orang-orang yang beriman satu sama lain hari saling mengasihi, saling menyayangi, saling tolong menolong dalam menghadapi persoalan hidup, meraka harus bekerjasama dalam mendatangkan kebaikan dan mengurus bersama.
Kunci kesuksesan kepemimpinan Rasulullah dapat diambil dari akhlak rasul yang tanpa cela, tidak ada sedikitpun kedengkian dalam diri rasul. Tujuan dakwah nabi hanya untuk kebenaran dan keadilan, menghancurkan kebatilan dan tanpa pamrih, meskipun diuji dengan adanya kaum kafir Quraisy yang selalu menentang, bahkan berkali-kali ingin dibunuh, tetapi beliau selalu dalam kesabaranya. Keteladanan Rasulullah menjadi referensi yang sejalan dengan ruang dan waktu. Keteladanan Rasulullah adalah jalan terang, bersih dari dusta, pengkhianatan, kebodohan.
Bagaimanakah dengan Kepemimpinan di lingkungan Yayasan Putera Indonesia Malang ?
Source : https://artikula.id/fada/leadership-ala-rasulullah/